Kesempatan Kedua


#30harimenulis_2

Kesempatan kedua...

Pagi itu mendung dengan cuaca dingin yang menusuk tulang..
Siang itu terik matahari membakar kulit..
Sore itu hujan rintik membasahi tanah coklat yang gersang..
Malam itu angin badai dan gempa mulai menggoyahkan bumi yang damai...

Yah hari itu...
Hari dimana aku mendapatkan kesempatan kedua untuk menikmati hidup dan mensyukuri semua nikmatnya...

Hari itu, aku tidak menyangka bahwa sudah membuat keputusan besar dalam hidupku. Jauh dari keluargaku, jauh dari teman-temanku, dan tentu jauh diperantauan sana yang mungkin orangpun akan berpikir berkali-kali untuk datang kesana. Bukan untuk bersantai memandangi laut yang biru atau bermain papan selancar seperti para turis asing yang sudah banyak singgah disini. Bukan untuk bergaya-gaya bahwa aku pernah singgah disini, tapi untuk mencari pengalaman dan menyalurkan pengetahuanku.

Bulan pertama aku di tanah ini, mulai terbiasa dengan makan makanan kaleng, air minum dari sungai yang berasa seperti besi, berjalan berkilo-kilometer hanya untuk menelepon keluarga yang terkadang sinyal itu tidak kunjung datang, bahkan sampai tidak mandi beberapa hari karena sungai kering dan hujan yang tidak kunjung datang. Hari-hariku diisi dengan mengerjakan laporan ataupun berkunjung ke lapangan. Terkadang jika perbekalan habis, dengan menaiki perahu selama 5 jam kami berangkat ke pulau sebelah untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Harganya? Jangan ditanya, berkali-kali lipat dari harga normalnya karena tentu saja perjalanan dari kota ke pulaupun butuh waktu kurang lebih 15 jam bahkan lebih jika cuaca di laut tidak mendukung.

Bulan kedua, semakin hari semakin terasa sepi, karena hanya aku pekerja wanita disini, temanku cuti karena sakit dan dia kembali ke kota. Disini tidak ada dokter, hanya ada bidan keliling yang datang satu bulan sekali dengan peralatan dan obat seadanya. Yah, tanah tempatku berlabuh ini memang subur, kaya akan sumber daya alamnya, dan sangat indah dengan lautnya namun minim akan fasilitas.

Bulan ketiga, aku mulai merasa jenuh akan aktivitas yang sama setiap hari. Cuaca mulai tidak terkendali, pagi mendung, siang panas, sore dan malam hujan deras, begitu setiap hari. Gempa kecil yang kadang sudah tidak kurasakan lagi karena terlalu seringnya. Ombak di laut yang tidak menentu, angin yang bergemuruh kencang memecah kesunyian.

Ahirnya hari itu datang, hari yang akupun tidak akan pernah bisa membayangkan sebelumnya dalam hidupku. Pagi itu cerah dengan matahari yang terik menguras semua keringat di dalam tubuh. Angin sepoi dan gemuruh ombak terdengar indah diantara secangkir es teh manis dan setumpuk laporan yang harus segera diserahkan ke kantor pusat. Saat itu tidak ada firasat buruk apapun dalam hati, hanya aktivitas seperti hari-hari biasanya. Yang sedikit berbeda adalah seringnya gempa kecil yang terjadi.

Seperti malam-malam biasanya, aku selalu pasang musik di hp untuk menemani tidur, jangan harap bisa dapat sinyal radio atau internet disini, tidak ada! Yah karena aku berada di tengah laut, sebuah pulau kecil yang disekelilingnya yang terlihat hanya laut. Saat itu hujan deras disertai angin, terasa gempa cukup kencang, entah kenapa akupun mulai merasa tidak enak hati tapi kubiarkan prasangka ini tetap baik.

Ahirnya akupun terlelap pada pukul 22.00, dan terasa sunyi senyap.. aku lelap tertidur.. yah lelap...

Sepertiga malam akupun terbangun karena di mess tempat aku tinggal terdengar banyak orang berkumpul. Rasanya aneh melihat keluar jendela begitu banyak orang padahal baru pukul 3 pagi, ada apa ini? Akupun membuka pintu kamar, kutemui temanku yang sedang fokus melihat berita di televisi, yah disini ada televisi satelit dan dari sanalah aku melihat bahwa semalam terjadi gempa dahsyat disertai tsunami yang menyapu sebagian wilayah yang aku tempati sekarang.

Perasaanku campur aduk, antara percaya dan tidak bahwa semalam terjadi gempa besar disini. Syukurlah karena messku berada jauh dari pantai dan berada di atas. Beberapa hari berlalu, logistik kami mulai menipis, sehingga kami semua disini mencoba bertahan dengan makanan yang bisa kami ambil di hutan. Umbi-umbian, dedaunan, buah-buahan, jika beruntung dalam berburu kami bisa mendapatkan rusa.

Suasana hatiku makin kacau, ingin rasanya aku segera pulang ke rumah. Tuhan sudah memberikanku kesempatan kedua dengan selamat dari tsunami, tapi akankah aku pulang? Beberapa hari berlalu dan akhirnya pertanyaanku terjawab, dengan niat yang kuat setelah tahu ada kapal kecil yang singgah memberi bantuan logistik, pada saat itu juga aku meminta ijin atasanku untuk pulang ke rumah. Walau cuaca masih buruk dan kapal yang datang kecil, tidak memungkinkan aku ikut, tapi aku tetap memaksa.

Akhirnya dengan kapal kecil itu aku menyebrangi lautan selama 18 jam menuju Padang. Hati ini terasa lega karena bisa sampai dengan selamat dari sana. Semua urusan diselesaikan dikantor perwakilan dan segera menuju bandara. Sebenarnya aku baru pertama kali ke bandara sendiri, ke kota ini sendiri, baiklah dengan modal nekat cari taksi menuju bandara dan mencari tiket menuju Bandung pada hari itu juga. Tanpa menunggu lama, akhirnya aku dapatkan tiketku dan meluncur menuju kota kelahiranku. Letih perjalanan panjang laut, udara, darat hilang seketika saat aku sampai di rumah.

Tuhan memberikanku pengalaman hidup luar biasa dengan Tsunami Mentawai, memberikanku kesempatan kedua untuk berkumpul dan lebih dekat dengan keluargaku, mensyukuri semua nikmatNya dan lebih menjadi pribadi yang lebih baik.

Komentar